Berangkat ke Sekolah Beersama Teman Lewat rimba dan Gunung


Air sungai sedang deras dan termasuk di di di dalam supaya tak dapat di lewati bersama dengan bersama dengan bersama dengan bersama dengan langkah kaki. Orang-orang berdiri di atas sepetak papan kayu yang mengantarkan mereka ke seberang. Malam di mulanya hujan mengguyur Desa Batu Sasak, Kecamatan Kampar Kiri Hulu, Kabupaten Kampar, Riau. Air-air itu menjadikan permukaan sungai meninggi.Sungai ini menangani Dusun Sialang Harapan bersama dengan bersama dengan bersama dengan bersama dengan dusun lain di Desa Batu Sasak. Warga yang hendak ke kota atau sebaliknya, perlu menyeberangi aliran anak Sungai Kampar. Termasuk Arosel. Guru sekolah marginal atau SDN 010 Sialang Harapan ini perlu melintasi sungai untuk capai sekolah tempatnya mengajar.

Kaki perempuan umur 37 tahun itu berjingkat, sedikit melompat, menaiki rakit. Arosel mengangkat rok hitamnya di atas mata kaki. Postur ibu dua anak tersebut, mungil.Rok hitam ia padankan bersama dengan bersama dengan bersama dengan bersama dengan kemeja putih dan kerudung warna jambon and manik-manik di pinggirannya. Arosel udah siap sejak pukul 06.30 WIB. Siswanya dapat masuk kelas pukul 07.30 WIB. "Anak-anak itu semangat. Kadang kan kalau anak hujan itu agak malas, kerap mereka itu jalan kaki. Gurunya juga," tutur Arosel.

Guru dan murid sama-sama kepayahan sesampainya di sekolah. Terlebih kalau hari hujan. Meski begitu, Arosel selamanya berusaha sampai sekolah pas pas meskipun yang diajarnya hanya sedikit siswa.Sesampainya di kelas, Arosel mendapat siswanya bersama dengan bersama dengan bersama dengan bersama dengan sandal yang udah tak keruan bentuknya. Sudah berwarna cokelat tanah. Ada pula yang celananya dilipat sampai ke betis.

Arosel perlu hadapi banyak kendala di di di dalam perjalanan berasal berasal berasal berasal dari daerah tinggal menuju sekolah marginal Arosel perlu hadapi banyak kendala di di di dalam perjalanan berasal berasal berasal berasal dari daerah tinggal menuju sekolah marginal (CNN Indonesia/Safir Makki) Mereka sesungguhnya perlu lewat jalanan berwujud tanah lempung diselingi bebatuan tak beraturan. Belum tersedia aspal di dusun ini. Setelah itu, usai berjuang di di di dalam perjalanan, Arosel termasuk perlu memaklumi suasana sekolah tempatnya mengajar. Kondisi sekolah sungguh mengkhawatirkan.

Banyak meja dan kursi yang reyot. Temboknya pun telanjang, supaya susunan batu bata muncul jelas. Bangunan sekolah marginal ini letaknya tak jauh berasal berasal berasal berasal dari hutan. Dari lubang jendela yang bolong dikarenakan tak berkaca, semak belukar dan pepohonan dapat terlihat.  Nyamuk pun bebas seliweran mengganggu siswa di kelas.
Namun, Arosel selamanya semangat mengajar. Dia berkaca berasal berasal berasal berasal dari siswanya yang selamanya menghendaki menimba ilmu bersama dengan bersama dengan bersama dengan bersama dengan segala keterbatasan sekolahnya."Saya suka hadapi anak-anaknya. Mungkin suka lagi tu (karena) anak-anak yang sedikit itu, bukan banyak seperti di sekolah induk," kata dia.

Arosel tinggal di Desa Batu Sasak dan perlu menuju Dusun Sialang Harapan untuk mengajar di sekolah marjinal. Ada banyak kendala yang perlu dihadapi untuk dapat sampai di sekolah.Demi mendapat ilmu, siswa sekolah marginal kerap hadapi medan sukar Demi mendapat ilmu, siswa sekolah marginal kerap hadapi medan sukar (CNN Indonesia/Safir Makki) Perjuangan mirip dirasakan Yanda Adelia Putri. Jika Arosel berangkat berasal berasal berasal berasal dari Desa Batu Sasak menuju Dusun Sialang Harapan, Yanda sebaliknya.Yanda menuju Desa Batu Sasak untuk bersekolah di SDN 010. Dia kini duduk di kelas 6. Saat kelas 1-4, dia menimba ilmu di sekolah marginal. Tak jarang Yanda melompati bebatuan besar untuk menyeberangi sungai. Itu dapat dilaksanakan saat air sedang dangkal dan arus tak begitu deras.

Namun pas musim hujan, volume air meninggi. Dia tidak dapat lagi melompati bebatuan yang udah tertutup permukaan air. Satu-satunya langkah adalah kenakan rakit.Berbeda lagi kalau berlangsung hujan tidak tersedia henti sampai mempunyai pengaruh banjir. Pernah suatu kali itu berlangsung terhadap 2015. Sekolah terpaksa libur dikarenakan sungai meluap.

"Susah tu, kalau hari hujan tu belajarnya. Kalau banjir biasa, (meski) jalanan becek, selamanya [pergi] sekolah. (Karena) Kami menghendaki belajar," tutur dia.Walau banyak kendala yang perlu dia hadapi pas menuju sekolah, Yanda tak menghendaki berhenti di tingkat SD. Dia menghendaki lanjut ke SMP meski di desanya tak tersedia satuan pendidikan tingkat tersebut.

Dia bertekad masuk SMP di Desa Lipat Kain. Jarak yang dapat ditempuhnya tentu lebih jauh dibanding saat bersekolah di tingkat SD. "Doakan Yanda di menerima di SMP ya, di Lipat Kain," tuturnya.Siswa sekolah marginal selamanya antusias capai pelajaran meski kerap kepayahan untuk dapat sampai di sekolahSiswa sekolah marginal selamanya antusias capai pelajaran meski kerap kepayahan untuk dapat sampai di sekolah (CNN Indonesia/Safir Makki) Tetap Semangat Belajar Sekolah marjinal, meski terlalu sederhana, selamanya diisi bersama dengan bersama dengan bersama dengan bersama dengan suasana belajar yang kondusif. Siswanya antusias untuk menimba ilmu meski kerap kepayahan saat sampai di sekolah.

Saat CNNIndonesia.com berkunjung, siswa baru saja selesai menempuh ujian. Sedang tidak tersedia pelajaran yang dibahas.Para guru isi pas bersama dengan bersama dengan bersama dengan bersama dengan membahas lagi pelajaran bersama dengan bersama dengan bersama dengan bersama dengan ringan. Ada soal nilai-nilai pancasila, menyanyikan lagu kebangsaan dan, hapalan surat-surat pendek Al Quran. Kebetulan seluruh siswa beragama Islam."Coba surat Al Ikhlas, siapa yang bisa?" Asmawati, guru sekolah marjinal, menanyakan kepada siswa.

Tawaran itu disambut acungan jari lebih berasal berasal berasal berasal dari satu anak. Sebagian besar hafal pas ditanya soal surat pendek. Begitu pun pas diminta menghapal Pancasila. Berdasarkan data Dinas Pendidikan Provinsi Riau, tersedia 62 group belajar atau sekolah marginal yang menginduk ke 50 SD Negeri. SDN 010 Sialang Harapan hanya satu di antaranya.

Sekretaris Dinas Pendidikan Provinsi Riau, Ahyu Suhendra mengakui nyaris lebih berasal berasal berasal berasal dari satu besar sekolah marginal kondisinya selamanya jauh berasal berasal berasal berasal dari layak sebagai daerah kesibukan belajar mengajar. Namun, dia tak dapat berbuat banyak."Saya rasa dapat saja hampir, selamanya banyak (sekolah marginal) yang belum tersentuh. Karena apa, kita termasuk terbatas bersama dengan bersama dengan bersama dengan bersama dengan anggaran kami. Anggaran APBD," imbuhnya.

 

0 Response to "Berangkat ke Sekolah Beersama Teman Lewat rimba dan Gunung"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel